Jenderal Besar adalah pangkat tertinggi yang dapat dicapai oleh seorang perwira TNI Angkatan Darat. Pemberian pangkat ini hanya untuk perwira-perwira yang sangat berjasa. Selebihnya, pangkat Jenderal (4 bintang) yang biasanya dicapai oleh perwira-perwira tinggi. Pangkat ini ditandai dengan lima bintang emas di pundak. Pangkat ini sepadan dengan Laksamana Besar di TNI Angkatan Laut dan Marsekal Besar di TNI Angkatan Udara.
JENDERAL BESAR SOEDIRMAN
Spoiler for SOEDIRMAN:
Jenderal Besar TNI Anumerta Raden Soedirman (Ejaan Soewandi: Soedirman) (lahir di Bodas Karangjati, Purbalingga, Jawa Tengah, 24 Januari 1916 – meninggal di Magelang, Jawa Tengah, 29 Januari 1950 pada umur 34 tahun)[a] adalah seorang perwira tinggi militer Indonesia dan panglima besar pertama Tentara Nasional Indonesia yang berjuang selama masa revolusi kemerdekaan.
Soedirman dilahirkan di Purbalingga, Hindia Belanda oleh pasangan wong cilik, lalu diangkat oleh pamannya, yang merupakan seorang priyayi. Setelah dibawa pindah bersama keluarganya ke Cilacap pada akhir tahun 1916, Soedirman tumbuh menjadi siswa yang rajin; ia juga sangat aktif dalam kegiatan ekstrakurikuler, termasuk organisasi pramuka bentukan organisasi Islam Muhammadiyah. Saat masih di sekolah menengah, Soedirman telah menunjukkan kemampuan sebagai pemimpin; ia juga dihormati dalam masyarakat karena taat pada agama Islam. Setelah keluar dari sekolah guru, ia menjadi guru di sebuah sekolah rakyat milik Muhammadiyah pada tahun 1936; Soedirman akhirnya diangkat sebagai kepala sekolah itu. Soedirman juga aktif dengan berbagai program Muhammadiyah lain, termasuk menjadi salah satu pemimpin organisasi Pemuda Muhammadiyah pada tahun 1937. Setelah pendudukan Jepang di Indonesia pada tahun 1942, Soedirman terus mengajar. Pada tahun 1944 ia bergabung dengan angkatan Pembela Tanah Air (PETA) yang disponsori Jepang sebagai pemimpin batalyon di Banyumas. Saat menjadi perwira PETA, Soedirman berhasil menghentikan sebuah pemberontakan yang dipimpin anggota PETA lain, tetapi akhirnya ditahan di Bogor. Setelah proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, Soedirman dan tahanan lain melarikan diri. Soedirman kemudian pergi ke Jakarta dan bertemu dengan Presiden Soekarno. Di Jakarta, Soedirman ditugaskan untuk mengurus penyerahan prajurit Jepang di Banyumas, yang ia lakukan setelah mendirikan salah satu cabang Badan Keamanan Rakyat (TKR). Dengan merampas senjata dari Jepang, pasukan yang dipimpin Soedirman dijadikan bagian dari Divisi V 20 Oktober oleh panglima sementara Oerip Soemohardjo; Soedirman dijadikan panglima dari divisi tersebut.
Pada tanggal 12 November 1945, Soedirman terpilih dalam suatu pemilihan Panglima Besar TKR yang diadakan di Yogyakarta. Saat menunggu konfirmasi, Soedirman memimpin suatu serangan terhadap pasukan Sekutu di Ambarawa. Keterlibatannya dalam Palagan Ambarawa membuat Soedirman mulai dikenal di masyarakat luas. Ia akhirnya dikonfirmasikan sebagai panglima besar pada tanggal 18 Desember. Dalam tiga tahun berikutnya Soedirman menyaksikan ketidakberhasilan negosiasi dengan pasukan kolonial Belanda, pertama setelah Persetujuan Linggajati lalu setelah Persetujuan Renville—yang mengakibatkan Indonesia harus menyerahkan wilayah yang diambil oleh Belanda pada Agresi Militer I. Ia juga menghadapi pemberontakan dari dalam, termasuk suatu percobaan kudeta pada tahun 1948. Menjelang kematiannya, Soedirman menyalahkan hal-hal ini sebagai penyebab penyakit tuberculosisnya; karena infeksi tersebut, paru-parunya yang kanan dikempeskan pada bulan November 1948.
Pada tanggal 19 Desember 1948, beberapa hari setelah Soedirman pulang dari rumah sakit, pemerintah Belanda meluncurkan Agresi Militer II, suatu usaha untuk menduduki ibu kota di Yogyakarta. Meskipun banyak pejabat politik mengungsi ke kraton, Soedirman bersama sejumlah pasukan dan dokter pribadinya menuju ke arah selatan dan melakukan perlawanan gerilya sepanjang tujuh bulan. Awalnya mereka diikuti pasukan Belanda, tetapi akhirnya mereka berhasil kabur dan mendirikan markas sementara di Sobo, dekat Gunung Lawu. Di Sobo ia dan pasukannya menyiapkan Serangan Umum 1 Maret 1949, yang akhirnya dipimpin Letnan Kolonel Suharto. Setelah Belanda mulai mengundurkan diri, pada bulan Juli 1949, Soedirman dipanggil kembali ke Yogyakarta. Meskipun ia hendak mengejar pasukan Belanda, ia dilarang oleh Soekarno. Karena kelelahan setelah berbulan-bulan bergerilya, tuberculosis Soedirman tumbuh lagi; akibatnya ia pergi ke Magelang untuk beristirahat. Ia meninggal kurang lebih satu bulan setelah Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia. Sekarang Soedirman dikuburkan di Taman Makam Pahlawan Kusuma Negara di Yogyakarta.
Rakyat Indonesia berduka cita setelah kematian Soedirman; bendera dikibarkan setengah tiang di seluruh Nusantara dan ribuan orang mengikuti pemakamannya. Sampai sekarang Soedirman sangat disegani di Indonesia. Perang gerilyanya dianggap sebagai asal usul semangat Tentara Nasional Indonesia, termasuk perjalannya yang sepanjang 100 kilometer harus ditempuh oleh kadet Indonesia sebelum mereka lulus dari Akademi Militer. Gambar Soedirman ditampilkan pada uang kertas Rupiah keluaran 1968, dan namanya diabadikan di banyak jalan, museum, dan monumen. Pada tanggal 10 Desember 1964 ia dinyatakan sebagai Pahlawan Nasional Indonesia.
JENDERAL BESAR ABDUL HARIS NASUTION
Spoiler for A.H NASUTION:
Jenderal Besar TNI Purn. Abdul Haris Nasution (lahir di Kotanopan, Sumatera Utara, 3 Desember 1918 – meninggal di Jakarta, 6 September 2000 pada umur 81 tahun) adalah seorang pahlawan nasional Indonesia[2] yang merupakan salah satu tokoh yang menjadi sasaran dalam peristiwa Gerakan 30 September, namun yang menjadi korban adalah putrinya Ade Irma Suryani Nasution dan ajudannya, Lettu Pierre Tendean.
KARIR MILITER BELIAU
Sebagai seorang tokoh militer, Nasution sangat dikenal sebagai ahli perang gerilya. Pak Nas demikian sebutannya dikenal juga sebagai penggagas dwifungsi ABRI. Orde Baru yang ikut didirikannya (walaupun ia hanya sesaat saja berperan di dalamnya) telah menafsirkan konsep dwifungsi itu ke dalam peran ganda militer yang sangat represif dan eksesif. Selain konsep dwifungsi ABRI, ia juga dikenal sebagai peletak dasar perang gerilya. Gagasan perang gerilya dituangkan dalam bukunya yang fenomenal, Fundamentals of Guerrilla Warfare. Selain diterjemahkan ke berbagai bahasa asing, karya itu menjadi buku wajib akademi militer di sejumlah negara, termasuk sekolah elite militer dunia, West Point, Amerika Serikat.
Tahun 1940, ketika Belanda membuka sekolah perwira cadangan bagi pemuda Indonesia, ia ikut mendaftar. Ia kemudian menjadi pembantu letnan di Surabaya. Pada 1942, ia mengalami pertempuran pertamanya saat melawan Jepang di Surabaya. Setelah kekalahan Jepang dalam Perang Dunia II, Nasution bersama para pemuda eks-PETA mendirikan Badan Keamanan Rakyat. Pada Maret 1946, ia diangkat menjadi Panglima Divisi III/Priangan. Mei 1946, ia dilantik Presiden Soekarno sebagai Panglima Divisi Siliwangi. Pada Februari 1948, ia menjadi Wakil Panglima Besar TNI (orang kedua setelah Jendral Soedirman). Sebulan kemudian jabatan "Wapangsar" dihapus dan ia ditunjuk menjadi Kepala Staf Operasi Markas Besar Angkatan Perang RI. Di penghujung tahun 1949, ia diangkat menjadi Kepala Staf TNI Angkatan Darat.
Akibat pertentangan internal di dalam Angkatan Darat maka ia menggalang kekuatan dan melawan pemerintahan yang terkenal dengan peristiwa 17 Oktober 1952. Akibat peristiwa ini Presiden Soekarno mencopotnya dari jabatan KASAD dan menggantinya dengan Bambang Sugeng. Setelah islah akhirnya pada November 1955 ia menjabat kembali posisinya sebagai KASAD. Tidak hanya itu, pada Desember 1955 ia pun diangkat menjadi Panglima Angkatan Perang Republik Indonesia.
dan Gelar Jenderal Besar bintang lima yang beliau Terima dari Negara bertepatan dengan hari ABRI(5 oktober 1997).
Spoiler for meninggal:
JENDERAL BESAR A.H NASUTION tutup usia di RS Gatot Soebroto pada 6 September 2000 dan dimakamkan di TMP Kalibata, Jakarta.
JENDERAL BESAR SOEHARTO
Spoiler for SOEHARTO:
JENDERAL BESAR SOEHARTO
Soeharto adalah Presiden kedua Republik Indonesia. Beliau lahir di Kemusuk, Yogyakarta, tanggal 8 Juni 1921. Bapaknya bernama Kertosudiro seorang petani yang juga sebagai pembantu lurah dalam pengairan sawah desa, sedangkan ibunya bernama Sukirah.
Soeharto masuk sekolah tatkala berusia delapan tahun, tetapi sering pindah. Semula disekolahkan di Sekolah Desa (SD) Puluhan, Godean. Lalu pindah ke SD Pedes, lantaran ibunya dan suaminya, Pak Pramono pindah rumah, ke Kemusuk Kidul. Namun, Pak Kertosudiro lantas memindahkannya ke Wuryantoro. Soeharto dititipkan di rumah adik perempuannya yang menikah dengan Prawirowihardjo, seorang mantri tani.
Sampai akhirnya terpilih menjadi prajurit teladan di Sekolah Bintara, Gombong, Jawa Tengah pada tahun 1941. Beliau resmi menjadi anggota TNI pada 5 Oktober 1945. Pada tahun 1947, Soeharto menikah dengan Siti Hartinah seorang anak pegawai Mangkunegaran.
Perkimpoian Letkol Soeharto dan Siti Hartinah dilangsungkan tanggal 26 Desember 1947 di Solo. Waktu itu usia Soeharto 26 tahun dan Hartinah 24 tahun. Mereka dikaruniai enam putra dan putri; Siti Hardiyanti Hastuti, Sigit Harjojudanto, Bambang Trihatmodjo, Siti Hediati Herijadi, Hutomo Mandala Putra dan Siti Hutami Endang Adiningsih.
Jenderal Besar H.M. Soeharto telah menapaki perjalanan panjang di dalam karir militer dan politiknya. Di kemiliteran, Pak Harto memulainya dari pangkat sersan tentara KNIL, kemudian komandan PETA, komandan resimen dengan pangkat Mayor dan komandan batalyon berpangkat Letnan Kolonel.
Pada tahun 1949, dia berhasil memimpin pasukannya merebut kembali kota Yogyakarta dari tangan penjajah Belanda saat itu. Beliau juga pernah menjadi Pengawal Panglima Besar Sudirman. Selain itu juga pernah menjadi Panglima Mandala (pembebasan Irian Barat).
Tanggal 1 Oktober 1965, meletus G-30-S/PKI. Soeharto mengambil alih pimpinan Angkatan Darat. Selain dikukuhkan sebagai Pangad, Jenderal Soeharto ditunjuk sebagai Pangkopkamtib oleh Presiden Soekarno. Bulan Maret 1966, Jenderal Soeharto menerima Surat Perintah 11 Maret dari Presiden Soekarno. Tugasnya, mengembalikan keamanan dan ketertiban serta mengamankan ajaran-ajaran Pemimpin Besar Revolusi Bung Karno.
Karena situasi politik yang memburuk setelah meletusnya G-30-S/PKI, Sidang Istimewa MPRS, Maret 1967, menunjuk Pak Harto sebagai Pejabat Presiden, dikukuhkan selaku Presiden RI Kedua, Maret 1968. Pak Harto memerintah lebih dari tiga dasa warsa lewat enam kali Pemilu, sampai ia mengundurkan diri, 21 Mei 1998.
residen RI Kedua HM Soeharto wafat pada pukul 13.10 WIB Minggu, 27 Januari 2008. Jenderal Besar yang oleh MPR dianugerahi penghormatan sebagai Bapak Pembangunan Nasional, itu meninggal dalam usia 87 tahun setelah dirawat selama 24 hari (sejak 4 sampai 27 Januari 2008) di Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP), Jakarta.
Soeharto adalah Presiden kedua Republik Indonesia. Beliau lahir di Kemusuk, Yogyakarta, tanggal 8 Juni 1921. Bapaknya bernama Kertosudiro seorang petani yang juga sebagai pembantu lurah dalam pengairan sawah desa, sedangkan ibunya bernama Sukirah.
Soeharto masuk sekolah tatkala berusia delapan tahun, tetapi sering pindah. Semula disekolahkan di Sekolah Desa (SD) Puluhan, Godean. Lalu pindah ke SD Pedes, lantaran ibunya dan suaminya, Pak Pramono pindah rumah, ke Kemusuk Kidul. Namun, Pak Kertosudiro lantas memindahkannya ke Wuryantoro. Soeharto dititipkan di rumah adik perempuannya yang menikah dengan Prawirowihardjo, seorang mantri tani.
Sampai akhirnya terpilih menjadi prajurit teladan di Sekolah Bintara, Gombong, Jawa Tengah pada tahun 1941. Beliau resmi menjadi anggota TNI pada 5 Oktober 1945. Pada tahun 1947, Soeharto menikah dengan Siti Hartinah seorang anak pegawai Mangkunegaran.
Perkimpoian Letkol Soeharto dan Siti Hartinah dilangsungkan tanggal 26 Desember 1947 di Solo. Waktu itu usia Soeharto 26 tahun dan Hartinah 24 tahun. Mereka dikaruniai enam putra dan putri; Siti Hardiyanti Hastuti, Sigit Harjojudanto, Bambang Trihatmodjo, Siti Hediati Herijadi, Hutomo Mandala Putra dan Siti Hutami Endang Adiningsih.
Jenderal Besar H.M. Soeharto telah menapaki perjalanan panjang di dalam karir militer dan politiknya. Di kemiliteran, Pak Harto memulainya dari pangkat sersan tentara KNIL, kemudian komandan PETA, komandan resimen dengan pangkat Mayor dan komandan batalyon berpangkat Letnan Kolonel.
Pada tahun 1949, dia berhasil memimpin pasukannya merebut kembali kota Yogyakarta dari tangan penjajah Belanda saat itu. Beliau juga pernah menjadi Pengawal Panglima Besar Sudirman. Selain itu juga pernah menjadi Panglima Mandala (pembebasan Irian Barat).
Tanggal 1 Oktober 1965, meletus G-30-S/PKI. Soeharto mengambil alih pimpinan Angkatan Darat. Selain dikukuhkan sebagai Pangad, Jenderal Soeharto ditunjuk sebagai Pangkopkamtib oleh Presiden Soekarno. Bulan Maret 1966, Jenderal Soeharto menerima Surat Perintah 11 Maret dari Presiden Soekarno. Tugasnya, mengembalikan keamanan dan ketertiban serta mengamankan ajaran-ajaran Pemimpin Besar Revolusi Bung Karno.
Karena situasi politik yang memburuk setelah meletusnya G-30-S/PKI, Sidang Istimewa MPRS, Maret 1967, menunjuk Pak Harto sebagai Pejabat Presiden, dikukuhkan selaku Presiden RI Kedua, Maret 1968. Pak Harto memerintah lebih dari tiga dasa warsa lewat enam kali Pemilu, sampai ia mengundurkan diri, 21 Mei 1998.
residen RI Kedua HM Soeharto wafat pada pukul 13.10 WIB Minggu, 27 Januari 2008. Jenderal Besar yang oleh MPR dianugerahi penghormatan sebagai Bapak Pembangunan Nasional, itu meninggal dalam usia 87 tahun setelah dirawat selama 24 hari (sejak 4 sampai 27 Januari 2008) di Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP), Jakarta.
JENDERAL AHMAD YANI
Spoiler for :
Jenderal Ahmad Yani
beliau bukan jenderal besar gan,karena jenderal besar cm 3..tp biar lebih jelasnya,liat penjelasannya dibawah
Ahmad Yani lahir di Jenar, Purworejo, Jawa Tengah pada tanggal 19 Juni 1922 sampai keluarga Wongsoredjo, keluarga yang bekerja di sebuah gula pabrik dijalankan oleh pemilik Belanda. Pada tahun 1927, Yani pindah dengan keluarganya ke Batavia, di mana ayahnya kini bekerja untuk General Belanda. Di Batavia, Yani bekerja jalan melalui pendidikan dasar dan menengah. Pada tahun 1940, Yani meninggalkan sekolah tinggi untuk menjalani wajib militer di tentara Hindia Belanda pemerintah kolonial. Ia belajar topografi militer di Malang, Jawa Timur, tetapi pendidikan ini terganggu oleh kedatangan menyerang Jepang pada tahun 1942. Pada saat yang sama, Yani dan keluarganya pindah kembali ke Jawa Tengah.
Pada tahun 1943, ia bergabung dengan disponsori Jepang Peta (Pembela Tanah Air) tentara, dan menjalani pelatihan lebih lanjut dalam Magelang. Setelah menyelesaikan pelatihan ini, Yani meminta untuk dilatih sebagai komandan peleton Peta dan dipindahkan ke Bogor, Jawa Barat untuk menerima pelatihan. Setelah selesai, ia dikirim kembali ke Magelang sebagai instruktur.
KARIR MILITER BELIAU
Setelah Kemerdekaan Yani bergabung dengan tentara republik yang masih muda dan berjuang melawan Belanda. Selama bulan-bulan pertama setelah Deklarasi Kemerdekaan, Yani membentuk batalion dengan dirinya sebagai Komandan dan memimpin kepada kemenangan melawan Inggris di Magelang. Yani kemudian diikuti ini dengan berhasil mempertahankan Magelang melawan Belanda ketika ia mencoba untuk mengambil alih kota, mendapat julukan dari "Juruselamat Magelang". Sorot lain yang menonjol karir Yani selama periode ini adalah serangkaian serangan gerilya yang diluncurkan pada awal 1949 untuk mengalihkan perhatian Belanda sementara Letnan Kolonel Soeharto dipersiapkan untuk 1 Maret Serangan Umum yang diarahkan pada Yogyakarta.
Setelah Kemerdekaan Indonesia diakui oleh Belanda, Yani dipindahkan ke Tegal, Jawa Tengah. Pada tahun 1952, ia dipanggil kembali beraksi untuk melawan Darul Islam, sebuah kelompok pemberontak berusaha untuk mendirikan sebuah teokrasi di Indonesia. Untuk menghadapi kelompok ini pemberontak, Yani membentuk sebuah kelompok pasukan khusus yang disebut the Banteng Raiders. Keputusan untuk memanggil Yani dividen dibayar dan selama 3 tahun ke depan, pasukan Darul Islam di Jawa Tengah menderita satu kekalahan demi satu.
Pada Desember 1955, Yani berangkat ke Amerika Serikat untuk belajar di Komando dan Staf Umum College, Fort Leavenworth, Texas. Kembali pada tahun 1956, Yani dipindahkan ke Markas Besar Angkatan Darat di Jakarta di mana ia menjadi anggota staf untuk Umum Abdul Haris Nasution. Di Markas Besar Angkatan Darat, Yani menjabat sebagai Asisten Logistik Kepala Staf Angkatan Darat sebelum menjadi Wakil Kepala Staf Angkatan Darat untuk Organisasi dan Kepegawaian.
Pada bulan Agustus tahun 1958, ia memerintahkan Operasi Agustus 17 terhadap Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia pemberontak di Sumatera Barat. Pasukannya berhasil merebut kembali Padang dan Bukittinggi, dan keberhasilan ini menyebabkan dipromosikan menjadi wakil kepala Angkatan Darat ke-2 staf pada 1 September 1962, dan kemudian Kepala Angkatan Darat stafnya pada 13 November 1963 (otomatis menjadi anggota kabinet), menggantikan Jenderal Nasution.
Jenderal TNI Anumerta Ahmad Yani (juga dieja Achmad Yani; lahir di Purworejo, Jawa Tengah, 19 Juni 1922 – meninggal di Lubang Buaya, Jakarta, 1 Oktober 1965 pada umur 43 tahun) adalah komandan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat, dan dibunuh oleh anggota Gerakan 30 September saat mencoba untuk menculik dia dari rumahnya.
beliau bukan jenderal besar gan,karena jenderal besar cm 3..tp biar lebih jelasnya,liat penjelasannya dibawah
Ahmad Yani lahir di Jenar, Purworejo, Jawa Tengah pada tanggal 19 Juni 1922 sampai keluarga Wongsoredjo, keluarga yang bekerja di sebuah gula pabrik dijalankan oleh pemilik Belanda. Pada tahun 1927, Yani pindah dengan keluarganya ke Batavia, di mana ayahnya kini bekerja untuk General Belanda. Di Batavia, Yani bekerja jalan melalui pendidikan dasar dan menengah. Pada tahun 1940, Yani meninggalkan sekolah tinggi untuk menjalani wajib militer di tentara Hindia Belanda pemerintah kolonial. Ia belajar topografi militer di Malang, Jawa Timur, tetapi pendidikan ini terganggu oleh kedatangan menyerang Jepang pada tahun 1942. Pada saat yang sama, Yani dan keluarganya pindah kembali ke Jawa Tengah.
Pada tahun 1943, ia bergabung dengan disponsori Jepang Peta (Pembela Tanah Air) tentara, dan menjalani pelatihan lebih lanjut dalam Magelang. Setelah menyelesaikan pelatihan ini, Yani meminta untuk dilatih sebagai komandan peleton Peta dan dipindahkan ke Bogor, Jawa Barat untuk menerima pelatihan. Setelah selesai, ia dikirim kembali ke Magelang sebagai instruktur.
KARIR MILITER BELIAU
Setelah Kemerdekaan Yani bergabung dengan tentara republik yang masih muda dan berjuang melawan Belanda. Selama bulan-bulan pertama setelah Deklarasi Kemerdekaan, Yani membentuk batalion dengan dirinya sebagai Komandan dan memimpin kepada kemenangan melawan Inggris di Magelang. Yani kemudian diikuti ini dengan berhasil mempertahankan Magelang melawan Belanda ketika ia mencoba untuk mengambil alih kota, mendapat julukan dari "Juruselamat Magelang". Sorot lain yang menonjol karir Yani selama periode ini adalah serangkaian serangan gerilya yang diluncurkan pada awal 1949 untuk mengalihkan perhatian Belanda sementara Letnan Kolonel Soeharto dipersiapkan untuk 1 Maret Serangan Umum yang diarahkan pada Yogyakarta.
Setelah Kemerdekaan Indonesia diakui oleh Belanda, Yani dipindahkan ke Tegal, Jawa Tengah. Pada tahun 1952, ia dipanggil kembali beraksi untuk melawan Darul Islam, sebuah kelompok pemberontak berusaha untuk mendirikan sebuah teokrasi di Indonesia. Untuk menghadapi kelompok ini pemberontak, Yani membentuk sebuah kelompok pasukan khusus yang disebut the Banteng Raiders. Keputusan untuk memanggil Yani dividen dibayar dan selama 3 tahun ke depan, pasukan Darul Islam di Jawa Tengah menderita satu kekalahan demi satu.
Pada Desember 1955, Yani berangkat ke Amerika Serikat untuk belajar di Komando dan Staf Umum College, Fort Leavenworth, Texas. Kembali pada tahun 1956, Yani dipindahkan ke Markas Besar Angkatan Darat di Jakarta di mana ia menjadi anggota staf untuk Umum Abdul Haris Nasution. Di Markas Besar Angkatan Darat, Yani menjabat sebagai Asisten Logistik Kepala Staf Angkatan Darat sebelum menjadi Wakil Kepala Staf Angkatan Darat untuk Organisasi dan Kepegawaian.
Pada bulan Agustus tahun 1958, ia memerintahkan Operasi Agustus 17 terhadap Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia pemberontak di Sumatera Barat. Pasukannya berhasil merebut kembali Padang dan Bukittinggi, dan keberhasilan ini menyebabkan dipromosikan menjadi wakil kepala Angkatan Darat ke-2 staf pada 1 September 1962, dan kemudian Kepala Angkatan Darat stafnya pada 13 November 1963 (otomatis menjadi anggota kabinet), menggantikan Jenderal Nasution.
Jenderal TNI Anumerta Ahmad Yani (juga dieja Achmad Yani; lahir di Purworejo, Jawa Tengah, 19 Juni 1922 – meninggal di Lubang Buaya, Jakarta, 1 Oktober 1965 pada umur 43 tahun) adalah komandan Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat, dan dibunuh oleh anggota Gerakan 30 September saat mencoba untuk menculik dia dari rumahnya.
PANGKAT JENDERAL BESAR
Spoiler for pangkat dan kegunaannya:
Pangkat ini digunakan untuk Dinas Harian.
Pangkat tersebut biasa digunakan untuk dinas Upacara.
pangkat yang digunakan untuk dinas di lapangan.
nama lain Pangkat Jenderal Besar di luar negara Indonesia:
Spoiler for nama lain:
General of the Army di Amerika Serikat
General of the Army di Liberia
Marsekal Federasi Rusia di Federasi Rusia
Marsekal Uni Soviet di Uni Soviet
Armeegeneral di bekas Jerman Timur
Field Marshal di Britania Raya
Chom Phon di Thailand
Comandante en Jefe di Kuba
Maréchal di Perancis
Pradhan Senapati di Nepal
Da Yuan Suai di Republik Cina
Wonsu di Korea Utara dan Korea Selatan
General of the Army di Liberia
Marsekal Federasi Rusia di Federasi Rusia
Marsekal Uni Soviet di Uni Soviet
Armeegeneral di bekas Jerman Timur
Field Marshal di Britania Raya
Chom Phon di Thailand
Comandante en Jefe di Kuba
Maréchal di Perancis
Pradhan Senapati di Nepal
Da Yuan Suai di Republik Cina
Wonsu di Korea Utara dan Korea Selatan
FOTO PARA JENDERAL
Spoiler for foto2nya gan:
Spoiler for Soedirman:
Jenderal Besar Soedirman
Jenderal Besar Soedirman Bersama Jenderal Besar Soeharto
Jenderal Besar Soedirman bersama Presiden RI pertama Ir.soekarno
Jenderal Soedirman sedang ditandu saat berperang gerilya
Jenderal Besar Soedirman di alun-alun utara Yogyakarta
Jenderal Besar Soedirman didalam Istana Negara
Jenderal Besar Soedirman sedang Berkuda(gagah banget ya gan?)
Jenderal Besar Soedirman Bersama Jenderal Besar Soeharto
Jenderal Besar Soedirman bersama Presiden RI pertama Ir.soekarno
Jenderal Soedirman sedang ditandu saat berperang gerilya
Jenderal Besar Soedirman di alun-alun utara Yogyakarta
Jenderal Besar Soedirman didalam Istana Negara
Jenderal Besar Soedirman sedang Berkuda(gagah banget ya gan?)
Spoiler for A.H Nasution:
Jenderal besar A.H Nasution
Jendral Besar A.H Nasution
Jenderal Besar A.H Nasution bersama Ir.soekarno dan Jenderal Besar Soeharto
Jenderal Besar A.H Nasution bersama Pak Harto
Jenderal Besar A.H Nasution Bersama Bawahannya
Jenderal Besar A.H Nasution Meninggal
Jendral Besar A.H Nasution
Jenderal Besar A.H Nasution bersama Ir.soekarno dan Jenderal Besar Soeharto
Jenderal Besar A.H Nasution bersama Pak Harto
Jenderal Besar A.H Nasution Bersama Bawahannya
Jenderal Besar A.H Nasution Meninggal
Spoiler for soeharto:
JENDERAL BESAR SOEHARTO
Jenderal Besar Soeharto Bersama Ir.Soekarno
Jenderal Besar Soeharto lagi merenung
Jenderal Besar Soeharto Bersama Ir.Soekarno dan Jenderal Besar A.H Nasution[/SPOILER
Jenderal Besar Soeharto Bersama Ir.Soekarno
Jenderal Besar Soeharto lagi merenung
Jenderal Besar Soeharto Bersama Ir.Soekarno dan Jenderal Besar A.H Nasution[/SPOILER
Spoiler for ahmad yani:
Jenderal Ahmad Yani
Beliau termasuk Pahlawan Revolusi yang dibunuh PKI dan dimasukkan ke sumur di lubang buaya.
maaf gan,foto rekam jejak beliau jarang banget gan,ane cuma dapet 4..
Beliau termasuk Pahlawan Revolusi yang dibunuh PKI dan dimasukkan ke sumur di lubang buaya.
maaf gan,foto rekam jejak beliau jarang banget gan,ane cuma dapet 4..
Sekian Trit ane gan...
Maaf Gan kalo tritnya berantakan,ini trit emang repost dari Wikipedia
0 good:
Post a Comment