Sejumlah lembaga
swadaya masyarakat yang mendampingi perempuan dan penyandang cacat
(difabel) di Daerah Istimewa Yogyakarta menyesalkan pelecehan yang
dilakukan hakim. Pelecehan tersebut berupa perkataan yang dinilai tidak
sopan di persidangan terhadap perempuan dan difabel yang menjadi korban.
»Ada
perempuan korban perkosaan yang dilecehkan hakim dengan mengatakan,
cuma digituin saja, kok, enggak sampai diperkosa,” kata Ninik, aktivis
LSM Griya Manunggal. Ia pendamping difabel. Ninik menirukan ucapan hakim
dalam diskusi publik dan sosialisasi tentang Posko Pemantauan Peradilan
Yogyakarta yang diadakan Indonesian Court Monitoring (ICM) dan Komisi
Yudisial di Hotel Ross In Bantul, Rabu, 24 Oktober 2012.
Ada
pula penyandang tuna grahita yang mendapat perlakuan tak layak oleh
hakim. »Hakim itu bilang, cacat kok bisanya mancing-mancing. Padahal,
penyandang tuna grahita itu cacat mental, bagaimana bisa
mancing-mancing,” kata Ninik. Ninik pun mempertanyakan kualitas proses
pendidikan hakim saat masih kuliah di fakultas hukum. »Apakah di kampus
enggak diberi pendidikan tentang penajaman kasus-kasus tentang difabel,
perempuan, dan anak,” kata Ninik.
Aktivis Perkumpulan
Keluarga Berencana Indonesia DIY Putri Khatulistiwa menegaskan bahwa
proses peradilan masih melihat kasus-kasus perempuan, anak, dan difabel
bukanlah kasus-kasus yang seksi untuk ditangani dengan profesional.
»Padahal, perempuan, anak, dan difabel itu membutuhkan penanganan khusus
dalam peradilan,” kata Putri.
Hakim Pengadilan Negeri
Bantul Ayun Kristianto menyatakan sikap hakim seperti itu melanggar kode
etik hakim tentang kewajiban hakim bersikap profesional, termasuk dalam
perkataan. »Tapi enggak cuma hakim laki-laki. Hakim perempuan pun ada
yang berkata tidak layak,” kata Ayun saat ditemui Tempo usai diskusi.
Keluhan-keluhan
tersebut, menurut Ayun, sudah ditanggapi dengan memberikan penekanan
pelatihan selama pendidikan calon hakim. Hanya saja, jika sikap tersebut
terjadi di pengadilan, maka hakim tersebut hanya mendapat teguran,
termasuk teguran dari Mahkamah Agung. »Soal bicara tidak sopan, kan
karena menyangkut karakter pribadi hakim itu," kata Ayun.
Ketua
Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada yang juga
dosen hukum UGM, Zaenal Arifin Mochtar, menjelaskan bahwa kampus telah
melakukan perubahan. Dosen kini tidak hanya mengenalkan tentang
produk-produk hukum, melainkan juga perspektif ideologi. »Memang kami
berada di dunia maskulin. Jadi, kampus harus mendorong mahasiswanya
berpikir kritis. Meskipun fakultas hukum tidak mengajarkan penggunaan
diksi yang tepat di persidangan,” kata Zaenal.
Friday, October 26, 2012
Ada Hakim Lecehkan Difabel dan Perempuan di Sidang
BRYAN. Powered by Blogger.
DAFTAR ISIAN
-
▼
2012
(176)
-
▼
October
(48)
-
▼
Oct 26
(24)
- Release 27 Oct 2012 Double Cheat Simple Auto ON 1 ...
- Bisnis Gelap ‘Like’ di Facebook
- Jika Sahabat Selalu Merebut Pria yang Kita Sukai
- Menjelajah Hutan Victoria Dengan Kereta Uap
- Keracunan Makanan Akibat Bakteri: Ancaman Serius B...
- Stonehenge Swedia? Makam Zaman Batu yang Mungkin L...
- Trik Menyisir Rambut yang Tepat
- Ibu Hamil dan Keripik
- 6 Larangan Dalam Merawat Rambut
- 15 Tanda Musuh Dalam Selimut
- Ada Hakim Lecehkan Difabel dan Perempuan di Sidang
- Sekolah Terbesar di Dunia Berikan Siswa India Pela...
- Release 27 Oct 2012 Kambing Version 1.0 Weekend Da...
- Foto Payudara Imogen Thomas Membesar Saat Hamil
- Kisah perjuangan Salmon Sockeye di sungai Adam
- Proses dan Cara Membangkitkan Tenaga Dalam
- Cerita Panas Dewasa Suami Istri
- Cara Agar Hamil
- Beda Lama Durasi Puasa di Berbagai Daerah Dunia
- 10 Kanker Paling Mematikan
- Ditemukan Kota Hilang di Segitiga Bermuda?
- Inilah Lensa Kamera Yang Bernilai 19 Milliar
- Spesies Terlangka: Kumbang Tanpa Kepala?
- Mau Nyate? Coba ini Agar Daging Empuk
-
▼
Oct 26
(24)
-
▼
October
(48)
0 good:
Post a Comment